Regulasi Baru Era Jokowi tentang Penggunaan Kawasan Hutan


Oleh : Totoh Wildan Tohari



Pada akhir-akhir menuju tahun 2016, Presiden Jokowi membuat gebrakan dengan melakukan “pembaharuan ” dalam bidang kehutanan. Pembaharuan  itu adalah dengan melakuakn perubahan pada regulasi yang berkaitan dengan kehutanan.
Regulasi yang mengalami perubahan adalah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 104 tentang Tata Cara Perubahan dan Fungsi Kawasan Hutan. PP ini menggantikan PP sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan dan Fungsi Kawasan Hutan serta terkait revisi PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Revisi itu dilakukan dengan menerbitkan PP. No. 105 tentang Perubahan kedua atas PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Perubahan pada PP tadi  jelas akan mengubah “wajah” kehutananan Indonesia, terutama dalam hal penggunaan kawasan kehutananan .  Khusus dalam tulisan ini, kita akan menyoroti tentang Revisi PP no. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
Sebelum era Jokowi, pada masa Presiden SBY jilid 2, PP ini sudah pernah di revisi yakni dalam PP No. 61 tahun 2012 tentang Perubahan Pertama atas PP No. 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.  Berkaitan dengan revisi kedua ini, ada beberapa perubahan mencolok yang terjadi. Perubahan itu terkait adanya pasal yang diubah isinya, lalu pasal yang dihapus dan adanya penambahan pasal baru.
Ketentuan yang  diubah, bisa dilihat dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, g dan I. Ini menyangkut penggunaan kawasan di luar kegiatan kehutanan terjadi perubahan dengan ditambahkannya obyek stasiun bumi keantariksaan, waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya, dan industri selain industri primer hasil hutan.
Ketentuan pasal 6 diubah terkait izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH. Jika dalam aturan sebelumnya, IPPKH digunakan untuk penggunaan kawasan hutan. Sedangkan dalam PP No. 105 khusus untuk penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan, dan ini masih berhubungan dengan Pasal 4 ayat (2) diatas tadi.  Selain soal perubahan akan objek IPPKH, perubahan lain dalam pasal ini menyangkut cakupan wilayah IPPKH, konpensasi atas IPPKH serta penggunaan IPPKH untuk survey dan eksplorasi.
Ketentuan yang berubah dalam  pasal 9 ayat (1), menyangkut subyek hukum yang dapat mengajukan penggunaan kawasan hutan. Jika sebelumnya hanya pejabat setingkat menteri, gubernur, bupati/ walikota, pimpinan badan usaha dan ketua yayasan. Kini subyek itu ditambah dengan pimpinan badan hukum, perseorangan, kelompok orang atau masyarakat. Sedangkan pimpinan badan usaha dan ketua yayasan dihapus.


Ketentuan dalam pasal 10 ayat (3) yang diubah berkaitan dengan dihapuskannya penerbitan prinsip penggunaan kawasan hutan oleh Menteri sebelum menerbitkan IPPKH.  Dalam ketentuan sebelumnya, sebelum IPPKH di berikan oleh Menteri, maka subyek hukum yang mengajukan IPPKH harus mendapat persetujuan penggunaan kawasan hutan oleh Menteri. 
Implikasi dari dihapusnya ketentuan tentang Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan, semua ketentuan dalam pasal 10 ayat (4), 11, 12 dan 13 dihapus dalam PP ini.  Ketentuan yang dihapus tadi menyangkut semua tata cara untuk mendapatkan Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan.
Ketentuan pasal 15 diubah terkait kewajiban yang harus dilakukan oleh Pemegang IPPKH. Kewajiban Pemegang IPPKH yang sudah tercantum dalam pasal 15 di PP sebelumnya, kemudian  ditambah dengan kewajiban  melaksanakan tata batas areal IPPKH, lalu melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai  yang sudah tidak digunakan, menyerahkan, melaksanakan tata batas dan mereboisasi lahan kompensasi kawasan hutan
Ketentuan  pasal 17 terkait larangan kepada pemegang IPPKH, jika sebelumnya hanya dilarang memindah tangankan IPPKH tanpa izin dari Menteri,  serta menjaminkan kawasan kawasan dalam IPPKH kepada pihak lain,  kini ditambah dengan larangan perubahan nama IPPKH tanpa izin Menteri, selain itu larangan melakukan kegiatan dalam wilayah IPPKH sebelum memperoleh batas areal kerja IPPKH. Terkecuali dalam hal IPPKH yang berkaitan dengan pembangunan nasional yang bersifat vital, seperti pembangkit tenaga listrik, waduk dan bendungan. Untuk pengecualian tadi, bisa dilakukan kegiatan tadi tanpa menunggu tata batas dilaksanakan.
Ketentuan dalam pasal 18 ayat (3)  berkaitan dengan Jangka Waktu IPPKH.  Ketentuan terbaru dalam PP No. 105 ini, merubah objek alat vital Negara yang mempunyai jangka waktu IPPKH selama masih bisa digunakan untuk kepentingan umum. Objek terbaru itu adalah sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, jalan umum, jalur kereta api, waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, bangunan pengairan lainnya, sarana meteorologi, klimatologi, geofisika, serta religi,
Ketentuan pasal 19 ayat (1) yang diubah terkait dengan pengawasan atau monitoring dan evaluasi penggunaan kawasan hutan. Berdasarkan ketentuan dalam pasal diatas, Menteri diserahi tugas untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pengguna IPPKH. Ini merevisi tugas menteri  dalam sebelumnya, yang mana Menteri Menteri melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pemegang persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan serta kepada pemegang dispensasi kawasan hutan.
Ketentuan  pasal 20 tentang hapusnya IPPKH. Di sini di jelaskan tentang sebab-sebab hapusnya IPPKH. Diantaranya adalah karena jangka waktu IPPKH telah berakhir, lalu karena dicabut menteri, serta diserahkannya IPPKH secara sukarela dari pemegang IPPKH kepada Menteri sebelum izin berakhir dengan pernyataan tertulis. Pasal 20 ini juga menghapus ketentuan tentang  hapusnya persetujuan prinsip penggunaan kawasan yang sebelumnya diatur dalam PP sebelumnya.
Selain ketentuan yang diubah, ditambahkan juga ketentuan baru seperti yang di cantumkan dalam pasal 25 huruf c.  Isinya berkaitan tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan, meski ketentuan Persetujuan Prinsip telah dihapus dalam PP ini, hal yang terkait lahan kompensasi yang telah di sediakan sebagai kompensasi tetap diwajibkan menyerahkan lahan itu, untuk dijadikan kawasan hutan.
Kesimpulan dari revisi PP No. 24 tahun 2010 dengan PP No. 105 tahun 2015 adalah :
  1. -          Dihapuskannya ketentuan Persetujuan  Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan dalam PP revisi ini.
  2. -          Penghapusan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan berimplikasi dihapuskannya semua yang yang berhubungan dengan Prinsip tadi.
  3. -          Perubahan subyek hukum tentang siapa saja yang dapat mengajukan permohonan penggunaan kawasan hutan.
  4. -          Ditambahkannya kewajiban terhadap pengguna IPPKH.
  5. -          Meski Persetujuan Prinsip sudah di hapus, terkait perjanjian lama tentang lahan kompensasi yang sudah disiapkan, perjanjian itu tetap wajib dijalankan untuk dijadikan kawasan hutan. 



Comments

Popular posts from this blog

Sinetron Dunia Terbalik dan Kampanye Kesetaraan Gender

Mahasiswa Sulit Bangun Pagi

Cerita Liburan