Sinetron Dunia Terbalik dan Kampanye Kesetaraan Gender



Sinetron Dunia Terbalik  dan Kampanye Kesetaraan Gender



http://www.sibconline.com.sb/four-day-gender-workshop-completed/gender/


“Laki-laki itu berani,  kuat, meminpin dan yang paling penting, jangan mengerjakan pekerjaan rumah”,  atau dalam bahasa lain, “biarkan itu dikerjakan perempuan saja”. Kalimat tadi adalah salah satu pandangan umum yang selama ini melekat di Indonesia, mungkin juga di seluruh dunia.  Pandangan umum yang melahirkan ketidakadilan dan ketidaksetraan gender di Indonesia.
Tapi ternyata, cukup dengan sebuah sinetron saja yang saat ini sedang ramai ditonton dan ratingnya juga tinggi, pandangan tentang kegagahan seorang laki-laki seolah-oleh terbalik.
Entahlah, sinetron adalah salah satu hal yang sangat tidak kusukai. Tapi rupanya libur lebaran kemarin, karena aku kalah oleh Emak dalam hal penguasaan remote tv, akhirnya aku terpaksa menonton sinetron ! Dan sinetron itu adalah sebuah sinetron yang menggambarkan tentang permasalahan gender yang selama ini menjadi momok untuk diperbincangkan dan didiskusikan di Indonesia. Sinetron itu tidak lain dan tidak bukan adalah sinetron dunia terbalik di RCTI.
Seminggu aku dirumah dan menonton sinetron itu, pada awalnya menggelitik dan mengganggu -kebanggan diriku sebagai lelaki. Apakah laki-laki lain juga merasakannya ? Akan menarik jika ada riset kepada laki-laki yang sudah menonton sinetron itu. Salah satu hal yang cukup menggetarkan hati adalah ketika pemeran Akum minggat dari rumah karena merasa tidak dihargai oleh istrinya yang baru pulang dari kerja di luar negeri.
Hal aneh dari minggatnya Akum itu adalah terbaliknya paradigm bahwa perempuan yang biasanya minggat dari rumah ketika ada perselisihan dalam rumah tangga. Terikan Esih, yang berkata, “Pergi kamu dari rumah ini ! Memberikan pesan yang mendalam, bahwa suaminya alias Akum tidak punya kekuasaan sama sekali dan melambangkan ketidakberdayaan seorang laki-laki ketika perempuan atau istrinya yang menjadi pemberi nafkah keluarga. Pandangan umum masyarakat Indonesia selama ini menggambarkan bahwa laki-laki atau suami yang wajib memberi nafkah. Dalam istilah lain disebut nafkah lahir.
Adegan lain yang juga cukup menggugah hati aku adalah ketika momen ketika para bapak-bapak belanja sayuran dan kemudian disindir oleh pemeran Dokter Clara yang seorang perempuan. Sebuah ilustrasi sederhana yang menggambarkan para suami menjalankan peran sebagai “ibu rumah tangga” dan itu dilihat oleh seorang perempuan.
Kedua adegan tadi, baik Akum minggat dari rumah maupun para suami yang berbenja sayuran dalam “kehidupan normal” adalah aktivitas biasa yang dilakukan oleh perempuan atau seorang istri. Sebuahb tatanan yang sudah dijalankan ratusan atau mungkin ribuan tahun dan kemudian membudaya dan menjadi gambaran tentang hak dan kewajiban perempuan.
Isu kesetaraan gender di Indonesia adalah satu dari sekian masalah yang harus diselesaikan. Dunia terbalik memberikan pendidikan tentang gender yang sangat efektif di masyarakat. Gerakan persamaan gender di Indonesia sudah sangat lama bahkan semenjak era perjuangan kemerdekaan. Kita mengenal bagaimana sosok Kartini atau  Dewi Sartika  yang berusaha memajukan dan menjadikan perempuan Indonesia beradab dan berkontribusi kepada masyarakat. Semenjak kemerdekaan Indonesia pun, persamaan gender terus digelorakan. Munculnya berbagai lembaga, seperti komnas perempuan atau seruni adalah upaya generasi pasca kemerdekaan untuk memberikan keadilan bagi perempuan Indonesia.
Seminar, diskusi, atau kampanya lainnya sudah sangat marak. Hanya saja, isu kesetaraan gender masih terbatas pada masyarakat kota dan kelas menengah. Ini perlu menjadi catatan bersama bagi kalangan masyarakatt yang peduli pada isu gender.
Seni pada akhirnya adalah media yang sangat efektif dalam upaya kampanya gerakan kesetaraan gender. Media semacam FILM dan Teater menjadi alat yang sudah dpakai. Kita mungkin sudah mengetahui film Perempuan Berkalung Sorban karya Hanung Bramantyo pada tahun 2009 menjadi contoh yang sangat efektif dalam upaya persamaan gender. Efek dari film itu cukup luar biasa dan menjadi bahan diskusi bahkan menjadi ajang perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya tataran kalangan agamawan.
Salah satu debat menarik adalah ketika di salah satu TV swasta, Hanung di hadapkan dengan para agamawan dalam hal masalah isu kesetaraan gender. Sisi menarik disini adalah munculnya kesadaran dari masyarakat untuk kembali mendiskusikan dan membicarakan masalah kesetaraan gender. Meskipun belum berhasil dalam hal merubah kebijakan atau merubah budaya di masyarakat, ada pandangan lain yang ditawarkan kepada pemerintah dan masyarakat tentang masalah gender ini.
Sinetron dunia terbalik menjadi salah satu contoh bahwa gender memang pada akhirnya harus dibicarakan ulang. Benarkah pemahaman gender yang selama ini dianut dalam masyarakat sudah final dan keharusan-keharusan yang mesti dipenuhi. Bahwa perempuan mesti mengurus rumah dan laki-laki harus bekerja adalah salah satu  contoh sederhana tentang permasalahan gender di masyarakat. Perempuan bekerja masih menjadi bahan perdebatan dikalangan masyarakat. 
https://twitter.com/DT_RCTI/status/822435089845919745
Pendefinisian ulang tentang pemahaman masyarakat sola gender ini penting, karena seringkali masyarakat menyamakan antara gender dan sex. Gender pada hakikatnya adalah pemberian nilai-nilai pada masyarakat, sedang sex adalah sisi kodrati yang membedakan perempuan dan laki-laki dalam hal jenis kelamin dan anatomi tubuh. Penyamaan rataan ini melahirkan pemberian peran yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Pemberian nilai yang tidak seimbang ini pada akhirnya menjadikan perempuan sebagai obyek bagi laki-laki dan menihilkan peran perempuan dalam pembangunan di Indonesia. Kampanye isu kesetaraan gender yang selama ini sudah diupayakan masih mengalami kendala, terutama daerah-daerah pelosok. Televisi seharusnya menjadi media yang dapat dimanfaatkan dalam kampanye isu kesetaraan gender ini.
Sinetron dunia terbalik dalam beberapa bagian memang masih menganggap perempuan sebagai obyek laki-laki. Tapi dalam hal kampanye kesetaraan gender, sinetron tadi layak menjadi contoh dalam menjadikan isu kesetaraan gender lebih membumi di masyarakat. Kesetaraan gender pada akhirnya adalah suatu keniscayaan dalam upaya memajukan Indonesia secara umum. Bukankah dalam Islam sendiri ada pepatah yang mengatakan “Perempuan adalah tiangnya Negara”. Makna tiang Negara seharusnya dapat menjadi petunjuk bahwa seharusnya perempuan menjadi subyek penting dalam suatu pembangunan Negara.
Gender adalah budaya yang lahir dari nilai-nilai masyarakat, sudah sepatutnya kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi suatu syarat mutlak dalam upaya menjadikan Negara Indonesia lebih beradab dan berkebudayaan. Kampanye isu kesetaraan gender harus terus diupayakan dan seni, salah satunya sinetron adalah cara efektif untuk membumikan isu kesetaraan gender di masyarakat Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Mahasiswa Sulit Bangun Pagi

Cerita Liburan