Antagonis Permasalahan Bangsa

Antagonis Permasalahan Bangsa 
Ditulis oleh : Totoh Wildan Tohari

Melawan arus ditengah zaman yang sedang tidak sehat seperti saat ini di Indonesia sangat tidak mudah. Orang-orang yang berani melakukan peran melawan arus mempunyi resiko besar dihadapannya, bahkan mungkin nyawa sekalipun. Tapi layaknya ketentuan Tuhan, harus selalu penyeimbang dalam setiap zaman, dan orang-orang yang melawan arus adalah bagian dari ketentuan itu.

Permasalahan Indonesia saat ini pada akhirnya melahirkan orang-orang dikirim oleh Tuhan untuk menyeimbangkan system, dan kita bisa menyebutnya sebagai antagonis dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Sebelum kita masuk kepada orang-orang masuk kategori ini, kita harus menyebutkan permasalahan akut yang saat ini sedang melanda bangsa Indonesia saat ini. Tentu sangat banyak, salah satu permasalahan itu adalah penegakan hukum dan isu toleransi. Kedua isu dalam beberapa bulan terakhir mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penegakan hukum dan isu toleransi membawa kita kepada antagonis-antagonis yang kemudian membuat masyarakat sedikit terkejut dengan segala tindakan dan perbuatan mereka dalam kedua masalah tadi. Antagonis dalam permasalahan penegakan hukum saat ini dapat kita berikan kepada 2 tokoh yang saat ini sedang menjadi sorotan, yaitu sosok Fahri Hamzah, wakil ketua DPR yang begitu getol mengkritik kinerja KPK. Selain sosok tadi, sosok lain yang adalah Habib Rizieq Shihab, pendiri FPI yang saat ini “berkunjung” ke tanah suci ditengah kasus hukum dugaan chat pornografi.

Isu lain yang tak kalah mentereng adalah isu toleransi. Memanasnya Indonesia semenjak perhelatan pilkada DKI Jakarta, memunculkan antagonis yang mengiringinya. Sosok itu diwakili oleh anak SMA bernama Afi Nihaya Paradisa. Pemikiran anak SMA ini soal masalah toleransi, keberagaman seperti menampar orang-orang yang lebih dewasa dari dirinya.

--- Gigihnya Fahri Hamzah melawan KPK---
pic : http://sp.beritasatu.com/home/mantan-pimpinan-kpk-kecam-fahri-hamzah/106305

Keantagonisan Fahri Hamzah dalam permasalahan penegakan hukum, khususnya korupsi memang sudah terjadi sejak lama. Dalam menyikapi permasalah korupsi, pandangan dan pemikiran Fahri Hamzah memang diluar kewajaran mayoritas bangsa Indonesia. Ketidakwajaran itu dapat ditelusuri dengan pandangan Fahri soal usulan pembubaran lembaga KPK sebagai salah satu cara memberantas korupsi. Usulan ini bertentangan dengan pandangan banyak orang yang sangat mendukung KPK untuk memberantas korupsi.

Pandangan Fahri yang mengusulkan pembubaran KPK, didasarkan 2 argumen dasar yang sering Fahri kemukakan, baik di media massa konvensional maupun dalam akun media social pribadinya. Kedua argument itu, pertama adalah Fahri memandang pemberantasan korupsi seharusnya dipimpin oleh Presiden langsung. Dalam pandangan Fahri, Presiden seharusnya meminpin langsung pemberantasan korupsi karena Presiden adalah kepala Negara dan kepala pemerintahan. Dengan kedua kekuasaan tadi, Presiden bisa meminpin pemberantasan korupsi secara langsung dan efektif. Apalagi, kepolisian dan kejaksaan berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, kedua lembaga penegakan hukum tadi berada langsung dibawah kekuasaan Presiden. Bahkan Fahri sesumbar, jika dia menjadi Presiden, korupsi di Indonesia dalam setahun akan hilang.

Argumen kedua alasan pembubaran KPK didasari pengamatan Fahri bahwa KPK dalam pemberantasan korupsi banyak kasus korupsi yang digarap oleh KPK hanya sekedar permainan semata. Salah satu yang kemudian menjadi legitimasi argument tadi dalam kasus dana talangan Bank Korupsi. Fahri melihat KPK gagal menangkap actor sesungguhnya dalam kasus Bank Century yang merugikan Negara Rp 6,7 T. Seperti kita tahu, sejauh ini baru seorang yang menjadi tersangka. Belum lagi menurut Fahri, KPK bekerja memberantas korupsi dengan melanggar hukum itu sendiri. Hal yang dimaksud adalah kewenangan KPK dalam menyadap semua oranag yang berkaitan dengan kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Padahal menurut Fahri, KPK sudah tidak dapat melakukan penyadapan karena berdasarkan salah satu putusan Mahkamah Konstitusi, untuk melakukan penyadapan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan saat ini belum dibuat oleh Pemerintah dan DPR.

Pemikiran dan pandangan Fahri ini kemudian menjadi sedikit meresahkan sebagian masyarakat Indonesia berkaitan dengan kekuasaan yang disandang oleh Fahri sendiri. Posisi sebagai Wakil Ketua DPR dapat digunakan untuk menjalankan agenda tadi. Terbukti, usulan hak angket kepada KPK dapat lolos, dan Fahri adalah salah satu pendukung utama.
Melihat tindak-tanduk Fahri sampai dapat meloloskan usulan hak angket adalah bukti Fahri menjalankan peran antagonis dengan sangat baik. Penuli memandang, terlepas hak angket itu sah atau tidak, Indonesia memang membutuhkan peran Fahri sebagai antagonis yang meramaikan drama penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi.

KPK sebagai sebuah lembaga korupsi yang sudah 15 tahun memberantas korupsi, terlepas dengan semua keberhasilannya pada akhirnya tidak boleh dilepaskan dari kritik berbagai kalangan. Sekian tahun berbagai penangkapan berbagai tokoh penting ternyata tidak membuat perilaku korupsi berkurang secara signifikan. KPK perlu mendapat evaluasi yang sifatnya dapat membangun dan menguatkan KPK itu sendiri. Terlebih jika benar tuduhan Fahri  bahwa KPK dalam melakukan penyadapan tidak mempunyai dasar hukum yang kuat, itu akan sangat berbahaya karena penegakan hukum tanpa aturan yang mengikat dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Kritikan dan usukan  yang diberikan oleh Fahri bahwa KPK harus dibubarkan dan KPK dalam pemberantasan korupsi hanya sekedar permainan belaka, memang dapat membuat kebanyakan orang Indonesia marah, layaknya peran antagonis dalam sebuah drama yang membuat penonton marah adalah bumbu berharga dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal penting lain yang didapat dari perseturuan KPK melawan Fahri adalah bahwa bangsa Indonesia dapat belajar berdemokrasi tanpa melewati koridor hukum yang berlaku.

--- Afi dan Rasionalitas Umat ---
Pic : http://citizen6.liputan6.com/read/2955876/akun-afi-nihaya-ditangguhkan-facebook-terlalu-kritis

Media social memang dapat mempengaruhi kehidupan di masyarakat. Tulisan Afi dalam akun facebook miliknya memang membuat public Indonesia, khususnya public media social. Tulisan “Warisan” yang ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa membuat mata masyarakat kaget. Tulisan yang dibuat oleh anak SMA ini dapat membuka mata Indonesia akan hal yang selama ini dilupakan, yaitu budaya berfikir atau rasional.

Tulisan yang dibuat Afi  memang sangat bertepatan dengan memanasnya suasanan kebangsaan selama dan pasca pilkada DKI Jakarta. Sebuah pagelaran politik yang membangkitkan semangat salah satu kaum mayoritas untuk bangkit dari segala ketertinggalannya. Tapi disisi lain, kebangkitan ini dipandang oleh kalangan minoritas seperti akan memaksakan kehendak mayoritas kepada mereka. Ini yang menjadi sumber ketegangan dalam beberapa waktu beberapa bulan ini. Pesan dalam tulisan warisan Afi memberikan pandangan bahwa perpecahan karena masalah perbedaan akan warisan itu tidak dikehendaki oleh si pemberi warisan sendiri, yaitu Tuhan.

Hal yang sangat menarik adalah pada sosok Afi sendiri pasca tulisan itu menjadi viral adalah justru menguatnya kebencian pada sosok Afi sendiri. ,Meski kebencian mereka didasari pada alasan bahwa Afi dalam banyak tulisan lain, diduga melakukan plagiasi kepada tulisan yang lain.
Tulisan Afi sendiri sebenarnya jika dibaca kembali mengajarkan masyarakat Indonesia belajar berfikir dan memakai akal dalam menyikapi permasalahan yang sedang ramai akhir-akhir ini. Menyelesaikan masalah dengan memakai pendekatan rasional adalah sisi yang hilang dalam beberapa waktu, khususnya bagi masyarakat Islam Indonesia.

Pemikiran Afi seperti mengingatkan kita pada tokoh-tokoh Islam terdahulu seperti Ibn Farabi, Arkeoun, M. Abduh, Ali Asghar dan tokoh pembaharu Islam lainnya yang memandang suatu masalah dalam khususnya yang berkaitan dengan masyarakat Islam dengan memakai pendekatan rasional dan akal sehat, tidak didasarkan pada ketaklidan pada tradisi lama.
Isu toleransi yang sedang meruncing ditambah ancaman dari kaum Islam Fundamentalis memaksa kita memikirkan ulang tentang tradisi keislaman lama yang selama ini mendukung paham-paham radikal tadi. Terlebih jika kita kemudian menghubungkan permasalahan yang selama ini menjadi perdebatan tentang Islam dan Negara, masih banyak perdebatan dalam kalangan Islam sendiri.

Sebagian masyarakat Indonesia mungkin memandang sosok Afi sebagai peran antagonis yang sedang dibenci. Pemikiran yang berbeda dengan sebagian besar pandangan masyarakat Indonesia soal agama dan keyakinan adalah konsokuensi yang mesti Afi terima. Tapi yang sangat menggembirakan, dalam usia muda, Indonesia berhasil melahirkan penulis muda yang berfikir secara rasional dan modern.
Pada akhirnya, para antagonis tadi ( Fahri Hamzah dan Afi ) telah memberikan warna berbeda yang dapat memberikan tontonan berbeda dari sebuah drama yang saat ini sedang berlangsung. ,Meski ini harus dibayar mahal dengan cibiran dan bulian kepada mereka berdua, tapi dari kedua antagonis bangsa tadi, Indonesia sebagai bangsa telah berhasil melaksanakan demokrasi dengan sangat baik. Hal lain adalah muculnya kembali discursus dalam beberapa lingkungan masyarakat terkait masalah pemberantasan korupsi dan  toleransi di Indonesia. Semoga Fahri dan Afi tidak lelah menjadi antagonis dalam rangka kemajuan bangsa Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Sinetron Dunia Terbalik dan Kampanye Kesetaraan Gender

Mahasiswa Sulit Bangun Pagi

Cerita Liburan