Mempertanyakan Full Day Scholl

"Frustasi", "Panas", "Lelah Pak", menjadi kata yang selalu datang saat jam 13.00 WIB semua murid harus masuk kelas kembali. Hampir sebulan berlalu, kehidupan dalam diriku sedikit berubah. Program KKN yang menjadi kewajiban mahasiswa semester akhir ( termasuk diriku), membuat aku "katemblehan" menjadi pengajar dadakan. Sebuah pengalaman baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Problemnya bukan disoal mengajar, tapi terletak pada waktu belajar saat aku mengajar. Ada 6 orang yang bertugas menjadi pengajar dalam program KKN dalam kelompok kami. Kebetulan sekolah yang menjadi objek kegiatan KKN kami, terkenal memiliki murid "nakal" dan "susah diatur"

Sialnya bagi diriku, waktu mengajar yang tercatat dalam mata pelajaran yang aku ambil adalah terletak pada jam 13.00.Akibatnya, ada 2 hal yang harus ditaklukan, pertama  menaklukan para murid nakal itu, kedua, mensiasati program Full Day School atau FDS itu sendiri. Program KKN di kampusku berbarengan dengan pemberlakuan Full Day School. Sebuah program yang tidak aku setujui, dan kini aku harus menjalaninya !

 
Hari pertama mengajar bersama 2 kawan lain, terasa sangat berat. Kami yang baru pertama kali mengajar, harus dapat menenangkan dan membiasakan para murid dengan full day schoo l ini. Waktu 2 jam mengajar terasa begitu lama. Beberapa murid setiap waktu menanyakan, " Pak, kapan pulang".  Pernyataan itu hampir selalu ada selama kami mengajar kurang lebih 30 hari di sekolah itu.


Dalam setiap kami pulang mengajar, selalu muncul pertanyaan, "kenapa full day school ini diterapkan ?". Terkadang menjadi diskusi panjang bahkan mengarah pada perdebatan. Beberapa kawan kami sepakat dengan program ini. Alasannya, karena program ini dapat menghindarkan murid dari kegiatan-kegiatan pasca pulang sekolah yang tidak perlu. Selain itu, pelajaran-pelajaran soal keagamaan yang selama ini kurang dapat dimasukan dalam program ini.

Beberapa kawan yang tidak sepakat dengan FDS ini juga memberikan alasan terkait ketidaksepakatannya. Salah satunya terkait kesiapan sekolah-sekolah dengan FDS ini. Suprastruktur dan infrastruktur sekolah di beberapa wilayah Indonesia masih sangat rendah, salah satunya yang kami ajar.

Akan selalu ada perdebatan terkait program baru. Budaya sekolah Indonesia yang terbiasa pulang kurang dari jam 13.00 untuk menengah pertama dan 14.00 untuk menengah atas, membuat FDS terasa sangat berat bagi para murid. Bahkan mungkin untuk para pendidik dan pihak sekolah. Perlu ada penelitian dan kajian lebih lanjut pasca FDS ini diterapkan, apakah perlu dilanjutkan atau dihentikan ?
Dan untuk saya pribadi, FDS ini harus dihentikan secepatnya !


Comments

  1. Judul yang bagus tapi kalo kata ibu psikolog tidak ada anak yang nakal hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sinetron Dunia Terbalik dan Kampanye Kesetaraan Gender

Mahasiswa Sulit Bangun Pagi

Cerita Liburan