Tanda-tanda Anda Harus Akhiri Hubungan Perkawinan
oleh : Totoh Wildan Tohari
Perceraian merupakan
konsekuensi saat perkawinan sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Sebelum
perceraian itu terjadi, selalu diawali dengan perbuatan-perbuatan sebelumnya
yang membuat hubungan perkawinan harus diakhiri. Perceraian terjadi ketika muncul tanda-tanda terjadi sebuah masalah dalam
sebuah perkawinan.
Berikut tanda-tanda
anda harus akhiri hubungan perkawinan.
- 1. Selingkuh
Tanda ini merupakan
salah satu tanda yang sering menyebabkan perceraian. Selingkuh dalam sebuah
perkawinan merupakan pengkhianatan dalam ikatan perkawinan. Tanda ini melanggar
pasal 33 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, adapun isi pasal itu
berbunyi sebagai berikut ;
“Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati
setia dan memberi bantuan lahir bathin
yang satu kepada yang lain”.
Berdasarkan pasal ini, suami-isteri
memiliki kewajiban diantaranya :
-
Saling cinta mencintai. kalimat ini
jelas mewajibkan suami-isteri untuk memberikan cinta sepenuhnya kepada
masing-masing pasangan. Selingkuh merupakan pengkhianatan terhadap cinta yang
seharusnya diberikan hanya kepada isteri atau suami.
-
Hormat menghormati. Suami dan isteri
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum. Kewajiban untuk hormat menghormati
merupakan hal yang wajib dilakukan oleh semua pasangan suami isteri.
-
Memberi bantuan lahir bahthin.
Kewajiban ini merupakan bagian dari tugas suami dan isteri dalam menjalankan
ikatan bahtera rumah tangga. Perselingkuhan membuat kewajiban bagi suami/isteri
dalam memberikan bantuan lahir dan bathin menjadi terbagi.
Selingkuh adalah tanda bahwa suami
atau isteri melalaikan tugasnya dalam berumah tangga. Hubungan yang didalamnya
terdapat pengkhianatan berupa terjadinya perselingkuhan merupakan tanda bahwa
anda harus akhiri hubungan perkawinan.
- 2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Tanda ini sering muncul
dalam berbagai kasus perceraian. Kekerasan ini bisa terjadi dari suami kepada
isteri ataupun sebaliknya. Meski mayoritas terjadi karena dilakukan oleh suami
terhadap isteri, kekerasan dalam rumah tangga juga sering dilakukan oleh isteri
terhadap suaminya sendiri.
Komnas perempuan sejak
tahun 2001 sampai dengan 2007 menunjukkan peningkatan pelaporan kasus KDRT
sebanyak lima kali lipat. Dalam hal
regulasi, Indonesia memiliki payung dalam hal pencegahan dan penindakan
kekerasan dalam rumah tangga, yaitu dalam Undang-Undang No. UU Nomor 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT)
Sebelum Undang-Undang
PKDRT lahir yaitu dalam rentang 2001 – 2004 jumlah kasus yang dilaporkan
sebanyak 9.662 kasus. Sejak diberlakukannya UU PKDRT 2005 – 2007, terhimpun
sebanyak 53.704 kasus KDRT yang dilaporkan. Laporan ini menunjukan bahwa KDRT
menjadi masalah serius dalam hal perkawinan di Indonesia.
Terjadinya tindakan
KDRT merupakan hal yang dilarang dalam
hukum Indonesia maupun hukum agama. Tindakan ini menjadi indikasi bahwa ada
yang salah dalam hubungan perkawinan yang sedang berlangsung. Kesalahan ini
bisa dimaknai karena terdapat masalah-masalah yang sudah tidak dapat
diselesaikan melalui dialog antara suami dan isteri. Munculnya KDRT merupakan
tanda-tanda bahwa hubungan perkawinan anda mempunyai masalah besar dan
mengakhiri hubungan perkawinan merupakan cara terakhir untuk menghentikan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
- 3. Nafkah
Ekonomi merupakan
masalah mendasar bagi setiap manusia. Pemberian nafkah dalam sebuah perkawinan
merupakan hal mutlak yang mesti dilakukan untuk melanjutkan kehidupan dalam
hubungan suami/isteri. Nafkah pada dasarnya diberikan oleh suami kepada
isterinya.
Undang-undang
perkawinan mensyaratkan bahwa suami memberikan nafkah kepada isterinya. Hal ini
tertera jelas dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang perkawinan, yang berbunyi
sebagai berikut :
“Suami wajib melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya”.
Meski dewasa ini isteri seringkali
menjalankan peran dalam mencari nafkah, pada dasarnya suami diberi kewajiban
untuk memberikan nafkah pada isterinya. Kewajiban ini tetap melekat sekalipun
isterinya bekerja.
Kegagalan memberikan nafkah yang
cukup dalam sebuah rumah tangga mempunyai akibat yang besar dalam hubunngan
perkawinan. Memberi nafkah merupakan hal mendasar yang semestinya dilakukan
oleh suami. Jika dalam sebuah perkawinan, pemberian nafkah ini terhambat atau
tidak dilakukan sama sekali, itu merupakan tanda bahwa anda harus mengakhiri
hubungan perkawinan.
- 4. Tidak menjalankan tugas suami/ isteri
Pada dasarnya dalam hal
pembagian tugas antara suami dan isteri di Indonesia sudah diatur dalam pasal
34 Undang-Undang Perkawinan. Suami dalam pasal 34 ayat (1) berperan sebagai
kepala rumah dan wajib memberi perlindungan dan nafkah pada isterinya.
Sedang isteri dalam
ayat selanjutnya berperan sebagai ibu rumah tangga dan menjalankan kewajiban
untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan urusan rumah tangga.
Pembagian ini sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pembagian ini
seringkali tidak terlaksana dengan semestinya. Sudah banyak kasus perceraian
yang terjadi karena suami atau isteri tidak menjalankan tugasnya dengan baik,
misalnya suami yang tidak bekerja atau isteri yang mengabaikan tugas untuk
mengurus anak dan suaminya.
Ketika suami atau
isteri tidak menjalankan tugasnya, maka secara tidak langsung suami atau isteri
sudah tidak ingin meneruskan hubungan perkawinan. Tidak menjalankan tugas
sebagai suami/ isteri merupakan tanda bahwa anda harus mengakhiri hubungan
perkawinan demi kebaikan bersama.
Berdasarkan uraian diatas,
dapat disimpulkan bahwa hubungan perkawinan mempunyai potensi untuk terjadinya
perceraian. Proses ini terjadi karena adanya tanda-tanda yang menyebabkan
hubungan perkawinan itu harus diakhiri, yaitu :
-
Selingkuh
-
Kekerasan dalam rumah tangga
-
Nafkah
-
Tidak menjalankan peran suami atau
isteri.
Comments
Post a Comment