Diskusi SARA Itu Baik

Diskusi SARA Itu Baik

oleh : Totoh Wildan Tohari 
Hasil gambar untuk sidang BPUPKI
https://daerah.sindonews.com/read/1006455/29/ternyata-rumusan-pancasila-soekarno-tidak-orisinil-1432808007
Dinamis, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi bangsa Indonesia sekarang dibeberapa wilayah. Vonis bersalah pada salah satu Gubernur, membuat "getaran" kebangsaan Indonesia terasa sangat berdinamis dan hidup. Jika pada masa sebelum vonis, kaum penentang Gubernur itu yang rajin "turun" kejalan, untuk sekarang kaum pendukung Gubernur itu yang rajin "turun" kejalan.

Ada satu hal yang cukup menarik, efek domino kasus ini, disalah satu daerah di Sulawesi, muncul seruan agar daerah itu keluar dari NKRI. Mereka mengancam akan "keluar" dari NKRI jika Gubernur itu tidak dibebaskan. Sekali sangat dinamis dan menggairahkan.

Mengapa dinamis dan menggairahkan ? Karena ujian yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk menetapkan masa depan Indonesia kedepan. Isu SARA yang selama ini ditutupi mulai terbuka, perbedaan budaya dan agama terasa semakin mengemuka ke permukaan. Sebagai bangsa yang sangat prural, sudah saatnya perbedaan ini di diskusikan dan dibicarakan.

Ekspresi kekecewaan pendukung Gubernur itu kepada pemerintah dan bangsa Indonesia secara keseluruhan adalah hal yang wajar dalam demokrasi. Mereka sebagai minoritas pantas kecewa, karena ada beberapa "oknum" mayoritas yang menganggap negeri ini adalah milik kaum mayoritas itu sendiri. Terlebih dalam negara Demokrasi, semua rakyat memiliki hak yang sama, tidak memandang perbedaan budaya dan agama.

Kegagapan dan ketakutan kita dalam mendiskusikan perbedaan SARA adalah "sisa-sisa" warisan Orde Baru yang masih melekat dalam alam bawah sadar kita. Bahwasannya, Orde Baru sangat berhati-hati bahkan cenderung menutup semua diskursus terkait masalah SARA ini. Hal ini mengapa kita begitu terkejut ketika ketika ada seorang dari kaum "minoritas" mencoba maju dalam ajang pesta demokrasi. Atau kita terkejut ketika ada ancaman penolakan shallat jenazah kepada pendukung agama tadi.

Majunya seorang kaum minoritas dalam pesta demokrasi adalah hal yang normal dalam iklim demokrasi, terlebih itu adalah hak konstitusional setiap warga negara. Penolakan shallat jenazah dalam salah satu agama adalah termasuk hak warga negara. Indonesia adalah negara yang mengakui hak  setiap orang untuk menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing, dan menolak untuk menshallatkan jenazah termasuk salah bagian dari agama itu, dan negara tidak dapat melarang hak beragama tadi.

Kedua contoh diatas adalah reallita yang tak bisa dipungkiri, disinilah pentingnya dialog atau diskusi secara terus menerus tentang masalah-masalah tentang SARA. Biarkan semua orang memberikan suara dan berargumen terkait masalah SARA tadi. Apakah ini akan membahayakan eksistensi dan keutuahn NKRI ?

Dulu, para pendiri bangsa mendiskusikan isu secara terbuka. Perdebatan kaum nasionalis dan Islam di sidang BPUPKI tentang Dasar Negara adalah reallita sejarah bahwa masalah SARA tidak bisa disembunyikan dan ditutup-tutupi. Kalau tidak perdebatan tadi atau kaum Nasionalis diam saja, mungkin saja sekarang Indonesia adalah negara Islam. Atau jika kaum Islam diam, mungkin juga sekarang kita adalah negara Sekuler. Diskusi bahkan perdebatan diantara para pendiri bangsa pada akhirnya melahirkan NKRI dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

Kini kita sudah 71 tahun, dinamisnya kondisi negara karena "terangkatnya" isu SARA adalah sisi positif yang patut kita syukuri. Tinggal kita sebagai warga negara memakai akal sehat menyikapinya dan memastikan itu akan memperkuat eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hasil gambar untuk isu SARA
https://daerah.sindonews.com/read/1006455/29/ternyata-rumusan-pancasila-soekarno-tidak-orisinil-1432808007

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Sinetron Dunia Terbalik dan Kampanye Kesetaraan Gender

Mahasiswa Sulit Bangun Pagi

Cerita Liburan